Banyak orang yang merasakan bahwa situasi disekelilingnya tidak nyaman, tidak sesuai dengan keinginannya, dan perlu diubah menjadi lebih baik. Mereka berharap dan bahkan kerap kali memaksa orang-orang lain disekitarnya untuk berubah sesuai keinginannya.
Banyak orang yang tidak sadar bahwa kunci untuk mengubah situasi itu ada pada dirinya sendiri, bukan pada orang lain. Saya teringat pada sebuah cerita yang pernah dua kali saya dengar sejak beberapa tahun yang lalu. Saya akan coba ceritakan kembali dalam tulisan saya agar dapat memberi inspirasi dan motivasi pada para pembaca artikel ini.
Seorang wanita yang telah lanjut usia tinggal di rumah seorang anak lelakinya. Sejak wanita ini tinggal di rumah tersebut sang menantu wanita merasa tidak nyaman. Dia merasa sangat terganggu dengan kehadiran sang ibu mertua. Seringkali terjadi pertengkaran hebat antara dirinya dengan sang ibu mertua. Sang ibu mertua merasa dirinya benar dan harus dihormati sebagai orang tua yang sudah memiliki banyak pengalaman. Sedangkan sang menantu merasa bahwa ibu mertuanya masih berpikir kolot (jadul) tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman sekarang.
“Mertua saya cerewet, suka ikut campur urusan rumah tangga anak-anaknya, biang protes, judes, dan juga sok ngatur, termasuk dalam hal mendidik anak-anak saya”, kata sang menantu.
“Sejak dia tinggal di sini, saya merasakan situasi rumah tangga saya menjadi seperti di neraka!”, tambahnya lagi. Memang, sempat terjadi juga beberapa pertengkaran besar dengan suaminya yang membela ibunya saat sang istri ingin agar sang mertua segera dipindahkan ke panti jompo.
Akhirnya dengan merasa begitu putus asa dan sangat membenci sang ibu mertua, sang menantu pergi menemui seorang sinshe (ahli pengobatan tradisional Cina) bernama Ling yang juga adalah sahabat karibnya. Dia berkeluhkesah kepada sahabatnya itu mengenai berbagai masalah yang dideritanya setelah sang ibu mertua tinggal di rumahnya.
“Sebagai sesama wanita, kamu pasti mengerti kan bagaimana perasaan sakit hatiku pada ibu mertuaku itu, Ling?”, katanya sebagai penutup ceritanya.
“Coba saja kalau ibu mertuaku itu cepat mati, rumah tanggaku akan kembali tentram dan bahagia kembali”, celetuknya.
“Kamu mau kalau ibu mertuamu cepat mati?”, tanya Ling.
“Sebagai sahabat saya bisa membantu. Saya akan membuat racun ampuh yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, dan akan membunuh secara perlahan tanpa jejak”, kata Ling.
“Oh, ya?”, terlintas pikiran jahat sang menantu.
“Tolong buatkan untuk ibu mertuaku ya, Ling! Kamu memang sahabat sejatiku!”, kata sang menantu sambil tertawa karena merasa mendapatkan solusi masalahnya.
“Tetapi ada syaratnya!”, kata Ling tegas.
“Sejak saat ini, kamu harus selalu berpura-pura baik kepada ibu mertuamu. Jangan sampai sekali pun bertengkar dengannya. Turuti saja apa pun keinginannya. Toh, hanya sementara dia hidup. Jangan membantah sekali pun dan kamu tersenyum saja setiap kali dia cerewet. Cuma sementara saja kok…”, pesan Ling.
“Hal ini dilakukan supaya tidak ada seorang pun yang akan curiga bahwa kamu yang telah meracuninya begitu dia mati. Kamu bersedia?”, tanya Ling.
“Baiklah. Apa pun akan saya lakukan, asalkan dia lenyap dari rumahku”, jawab sang menantu dengan cepat.
Sejak saat itu, sang menantu terlihat selalu bersikap sangat baik kepada sang ibu mertua. Setiap hari dia selalu memasakkan makanan kesukaan sang ibu mertua. Tentunya dengan tak lupa menyertakan campuran racun buatan sahabatnya ke dalam masakan tersebut.
Tidak pernah lagi terdengar pertengkaran di rumah itu karena sikap sang menantu terlihat berubah menjadi sangat baik. Dia tidak pernah membantah. Dia selalu memperhatikan keperluan sang ibu mertua dan selalu tersenyum menanggapi protes apa pun yang dilontarkan sang ibu mertua.
“Hanya sementara saja! Saya harus bisa menahan perasaan sakit hati saya supaya rencana berhasil”, kata sang menantu dalam hati setiap kali merasa sakit hati.
Setelah berminggu-minggu kemudian…
Melihat menantunya berubah menjadi sangat baik kepadanya, sang ibu mertua merasa malu sendiri dalam hati. Akhirnya ia berusaha keras untuk berubah menjadi mertua yang sangat baik bagi menantunya. Ia tidak pernah lagi ikut campur urusan rumah tangga menantunya, tidak lagi cerewet, dan tidak pernah lagi berkata-kata pedas. Kata-katanya berubah menjadi lembut dan selalu tersenyum kepada menantunya. Kepada tiap orang yang ditemuinya dia selalu bercerita dengan bangga bahwa menantunya adalah menantu teladan yang diidam-idamkan oleh semua mertua di dunia.
Hubungan sang menantu dan sang ibu mertua menjadi sangat harmonis Suasana di keluarga tersebut terlihat sangat berbahagia dengan kehadiran sang ibu mertua. Mereka sering berbincang, bercanda dan tertawa bersama. Hingga suatu saat sang ibu mertua mengeluh pusing-pusing karena masuk angin.
Sesaat sang menantu tersadar, “Bagaimana kalau sekarang tiba-tiba sang ibu mertua meninggal karena racun yang dahulu pernah dimakannya tiba-tiba bereaksi?”
Seketika wajah sang menantu menjadi pucat pasi. Dia tergopoh-gopoh pergi ke rumah sinshe Ling sahabatnya.
“Ling..! Ling…!”, teriaknya sambil menggedor-gedor pintu pintu rumah sahabatnya.
“Tolong! Cepat buatkan penawar racunnya! Jangan sampai terlambat…”, pintanya dengan memelas dan berurai air mata.
“Apanya yang terlambat?”, tanya Ling setelah membukakan pintu.
“Ibu mertua saya…. racunnya bereaksi”, jawabnya dengan lemas.
“Bukannya kamu mau ibu mertuamu cepat mati?”, tanya Ling.
“Ya…Itu waktu dahulu! Sekarang saya mau dia selalu sehat dan saya tidak mau dia sampai meninggalkan kami! Saya akan merasa sangat kehilangan seorang ibu yang baik, Ling!”, jawabnya dengan malu-malu.
“Oh…begitu…”, gumam Ling sambil tersenyum.
“Tenang saja. Racun yang kuberikan itu vitamin dan obat penguat stamina kok! Mertuamu tidak akan meninggal karena racun itu. Nanti saya buatkan lagi supaya stamina mertuamu cepat pulih kembali”, kata Ling.
Sang menantu seketika termenung, “Pantas saja, dahulu setiap kali saya berikan racun itu dia semakin bertambah sehat dan kuat dari hari ke hari. Saya pikir itu adalah reaksi sementara racun tersebut sebelum mematikan.”
Lalu dia tertawa sendiri.
“Terima kasih ya, Ling! Kamu memang sahabat terbaik”, katanya sambil memeluk sahabatnya itu.
Dari cerita tersebut dapat terlihat kebenaran pepatah yang sering saya dengar,”Kalau anda ingin mengubah dunia, ubahlah diri anda sendiri!”. Dengan mengubah diri sendiri menjadi lebih baik, kita dapat mengubah orang di sekitar kita menjadi lebih baik. Dan jika tiap orang di sekitar kita berubah menjadi lebih baik maka akan mengubah lebih banyak orang lagi disekitarnya menjadi lebih baik. Pada akhirnya, efek berantai ini akan mengubah situasi dunia menjadi lebih baik lagi dan menyenangkan.
Bravo! Semua ini dimulai dari diri anda… dan lingkungan sekitar anda.. yang dapat mengubah situasi dunia ini menjadi lebih baik lagi dan menyenangkan!
Oleh: Victor Asih